
Malam itu, suasana di pos ronda desa terasa mencekam. Angin dingin dari kaki Gunung Sumbing menyelinap di antara celah dinding bambu. Beberapa pemuda duduk melingkar, ditemani kopi hangat dan sebatang rokok kretek. Aku, Andri, mengusulkan sebuah permainan: saling menceritakan kisah seram.
“Kalau soal cerita hantu, Temanggung ini nggak kalah seram, loh,” kata Pak Riyadi, tetua desa yang kebetulan lewat. “Tapi hati-hati kalau mau dengar cerita ini, jangan sampai kebawa mimpi.”
Kami semua tertawa kecil, tapi ada sesuatu di raut wajah Pak Riyadi yang membuat suasana mendadak serius.
“Ini cerita nyata,” katanya pelan. “Tentang keluarga Pak Sutris, dan kutukan yang menghantui ladang tembakaunya.”
Pak Sutris adalah petani kaya di desa kami. Ladang tembakaunya luas, hasil panennya melimpah, dan ia punya keluarga yang tampak bahagia: seorang istri bernama Bu Sri dan anak perempuan bernama Ratih. Namun di balik kehidupan yang terlihat sempurna itu, ada rahasia kelam yang akhirnya menghancurkan mereka.
Pak Sutris dikenal sebagai pria yang suka menggoda perempuan. Meski sudah berkeluarga, ia kerap mendekati janda-janda di desa. Salah satu dari mereka adalah Lastri, seorang perempuan muda yang baru saja pindah ke desa setelah ditinggal suaminya.
“Aku nggak tahu apa yang membuat Lastri tertarik sama Pak Sutris,” ujar Pak Riyadi. “Mungkin uang, mungkin janji-janji kosong. Yang jelas, hubungan mereka jadi rahasia umum.”
Bu Sri, tentu saja, tidak tinggal diam. Suatu malam, ia memergoki suaminya di rumah Lastri. Keributan besar pun terjadi, dan Bu Sri pulang ke rumah dengan hati hancur. Tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah itu, tapi keesokan harinya, Lastri ditemukan tewas di ladang tembakau Pak Sutris.
Orang-orang desa mengira kematian Lastri adalah kecelakaan. Tapi sejak itu, hal-hal aneh mulai terjadi di ladang Pak Sutris. Para pekerja mengaku mendengar suara perempuan menangis di antara tanaman tembakau, dan beberapa kali, mereka melihat bayangan putih melintas di ujung ladang saat malam.
Pak Sutris sendiri mulai berubah. Ia sering melamun, seperti melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain. Bahkan, ada kabar ia pernah berlari ketakutan dari ladangnya sendiri sambil berteriak bahwa ia dikejar oleh Lastri.
“Aku ingat sekali malam itu,” lanjut Pak Riyadi. “Pak Sutris datang ke pos ronda, mukanya pucat. Dia bilang, ‘Lastri datang, dia ada di ladang. Dia mau balas dendam.’ Kami pikir dia mabuk, tapi ternyata lebih dari itu.”
Suasana desa semakin mencekam ketika kejadian-kejadian aneh mulai menyebar ke luar ladang. Anak-anak desa melihat bayangan perempuan berdiri di depan rumah Pak Sutris, menatap dengan mata kosong. Beberapa warga yang melewati ladang malam-malam mendengar suara memanggil nama mereka.
Kisah ini memuncak ketika Ratih, anak perempuan Pak Sutris, tiba-tiba jatuh sakit. Gadis itu mengigau setiap malam, menyebut nama Lastri berulang kali. Ia bercerita kepada ibunya bahwa ada perempuan berambut panjang yang duduk di sudut kamarnya, menatapnya dengan senyuman menyeramkan.
“Kemudian Ratih menghilang,” kata Pak Riyadi dengan nada pelan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduk kami meremang. “Malam itu, Bu Sri mendengar suara langkah kaki menuju ladang. Saat ia menyusul, Ratih sudah tidak ada. Yang tersisa hanyalah syal miliknya, tergantung di dahan pohon tembakau.”
Rahasia Terungkap
Bu Sri akhirnya meminta bantuan seorang kiai di desa untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Dalam ritual yang dilakukan di ladang, roh Lastri muncul dan mengungkapkan semuanya. Ia tidak meninggal karena kecelakaan, tetapi dibunuh oleh Pak Sutris setelah ia mengancam akan membongkar hubungan mereka kepada Bu Sri.
“Ladang ini sudah jadi tempat dosa dan pengkhianatan,” kata kiai itu. “Selama kebenaran tidak diungkap, kutukan ini tidak akan hilang.”
Pak Sutris yang mendengar pengakuan itu jatuh pingsan di tempat. Esoknya, ia ditemukan tewas di ladang, tubuhnya membiru seperti dicekik oleh tangan tak kasat mata.
Kini, ladang tembakau itu terbengkalai, ditinggalkan oleh siapa pun yang mencoba bekerja di sana. Warga desa percaya, roh Lastri masih menghantui tempat itu, menunggu keadilan sepenuhnya ditegakkan.
Pak Riyadi mengakhiri ceritanya dengan pesan yang melekat di benakku. “Kesetiaan itu mahal, dan dosa tidak akan pernah hilang begitu saja. Tuhan selalu melihat, bahkan di tempat paling sunyi sekalipun.”
Malam itu, aku pulang dengan perasaan tidak menentu. Saat melewati ladang tua Pak Sutris, aku merasa ada yang memandang dari balik dedaunan tembakau. Namun, aku tidak berani menoleh.