Cerita Hantu Kalimantan Barat: Kutukan Salma di Sungai Kapuas

Cerita hantu Kalimantan Barat ini mengingatkan kita untuk selalu berpegang pada nilai-nilai agama dan moralitas, karena setiap perbuatan memiliki konsekuensi.
Cerita

Malam itu, suasana di warung kopi Pak Said terasa lengang. Lampu temaram memantulkan cahaya remang-remang ke meja kayu yang mulai usang. Aku, Riko, duduk bersama beberapa teman lama: Ardi, Johan, dan Syaiful. Kami sedang mengobrol ringan, membahas cerita-cerita lama di desa. Di sudut warung, Pak Junaidi, seorang pria tua yang dikenal bijaksana, sedang menyeruput kopi.

Seperti biasanya, Pak Junaidi tiba-tiba ikut dalam pembicaraan. Kali ini, suaranya terdengar lebih berat, lebih misterius. “Kalian pernah dengar cerita Salma di tepi Kapuas?” tanyanya, memecah tawa kecil kami.

Johan tertawa sinis. “Cerita-cerita hantu itu, Pak? Itu cuma buat nakutin anak kecil.”

Pak Junaidi tersenyum samar. “Aku juga dulu berpikir begitu. Tapi setelah apa yang terjadi pada Salma, aku yakin, Sungai Kapuas menyimpan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh akal.”

Kami terdiam, penasaran. Sejujurnya, aku pernah dengar nama Salma disebut beberapa kali dalam obrolan warga, tapi ceritanya selalu samar, seperti ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.

Pak Junaidi memulai kisahnya. Katanya, beberapa tahun yang lalu, Salma adalah gadis paling cantik di desa. Rumahnya di tepi Sungai Kapuas jadi tempat orang-orang datang untuk mencari ramuan tradisional. Tetapi di balik kebaikan dan keramahan Salma, ada rahasia gelap yang membuat namanya abadi dalam cerita-cerita menyeramkan di sini.

Salma menjalin hubungan dengan Arman, seorang lelaki yang sudah beristri. Istri Arman, Rina, adalah perempuan yang dikenal sabar dan penyayang. Ia bekerja keras demi suaminya, meskipun kehidupan mereka serba pas-pasan.

“Aku tahu perselingkuhan itu sejak awal,” ujar Pak Junaidi pelan, seperti menahan rasa bersalah. “Aku melihat Arman sering pergi ke rumah Salma malam-malam. Awalnya kupikir dia membantu pekerjaan berat di sana, tapi setelah itu… aku melihat mereka dengan mata kepala sendiri.”

Pak Junaidi berhenti sejenak, matanya menerawang jauh. Kami terdiam, merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelinap.

Malam itu, Rina memergoki suaminya di rumah Salma. Aku tidak ada di sana, tapi cerita yang beredar begitu nyata seolah aku bisa melihatnya sendiri.

Rina menangis, berteriak, dan meminta penjelasan dari suaminya. Tapi Arman malah mengusirnya, meninggalkannya sendirian di jalan yang gelap. Dengan hati yang hancur, Rina berlari ke tepi sungai, menangis dalam kesunyian.

Menurut orang-orang, malam itu Rina tidak sendiri. Ada sesuatu di Sungai Kapuas, sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang hatinya penuh dengan rasa sakit dan putus asa.

“Kau tahu, Rina hilang malam itu,” kata Pak Junaidi. “Semua orang mengira dia melarikan diri karena malu. Tapi aku tahu itu tidak benar. Aku mendengar suara… suara lirih, seperti doa yang terjebak di tengah arus sungai.”

Keesokan harinya, desa digemparkan oleh berita kematian Salma. Ia ditemukan tewas di tepi sungai, tubuhnya membiru dan kulitnya penuh sisik menyerupai ikan. Warga desa yakin, ini adalah kutukan dari Nyi Ratu Air Kapuas, roh penjaga sungai yang terkenal dalam cerita rakyat kami.

Namun yang lebih menyeramkan adalah apa yang terjadi pada Arman. Setelah kematian Salma, Arman mulai berubah. Ia sering berbicara sendiri, mengigau tentang Salma yang memanggilnya dari dalam air.

“Aku mendengar dia berteriak di malam hari,” kata Pak Junaidi. “Dia bilang, Salma berdiri di tepi sungai, wajahnya basah, matanya penuh amarah.”

Tak lama setelah itu, Arman menghilang. Warga mengatakan ia pergi meninggalkan desa, tapi ada juga yang percaya ia menyerahkan dirinya ke sungai, mencoba menemui Salma untuk meminta maaf.

Setahun kemudian, jasad Rina ditemukan di tepi sungai, tak jauh dari tempat Salma meninggal. Yang mengejutkan, tubuhnya juga penuh dengan sisik.

“Ini bukan kebetulan,” kata Pak Junaidi dengan nada tegas. “Rina, Salma, bahkan Arman, semua membayar harga atas dosa dan penderitaan mereka. Tapi hukuman itu datang bukan dari kita, melainkan dari sesuatu yang lebih besar. Nyi Ratu Air Kapuas… ia melindungi sungai ini dari kejahatan manusia.”

Pak Junaidi mengakhiri ceritanya dengan pandangan tajam. “Sungai Kapuas bukan sekadar aliran air. Ia menyimpan rahasia, menyaksikan dosa, dan tak ragu memberikan penghakiman. Jangan pernah bermain-main dengan kesetiaan, karena sungai ini akan selalu mengingat setiap perbuatan kita.”

Malam itu, aku pulang dengan pikiran yang tak tenang. Ketika melewati jembatan kecil di atas Sungai Kapuas, aku merasa ada sesuatu yang memandangku dari dalam air. Aku mencoba mengabaikan, tapi suara lirih terdengar jelas di telingaku.

“Kebenaran akan tegak. Keadilan tak pernah tidur.”

Aku mempercepat langkah, berharap suara itu hanya imajinasiku. Tapi di sudut mataku, aku bersumpah melihat bayangan perempuan berambut panjang berdiri di tepi sungai, menatapku dengan tatapan yang tak akan pernah kulupakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Testimonials
Subsribe weekly news

Integer posuere erat a ante venenatis dapibus posuere velit aliquet sites ulla vitae elit libero 

Nullam quis risus eget urna mollis ornare vel eu leo. Aenean lacinia bibendum nulla sed 

Nullam quis risus eget urna mollis ornare vel eu leo. Aenean lacinia bibendum nulla sed 

Verified by MonsterInsights