“Seorang pria yang mengaku sebagai habib memanfaatkan kedudukannya untuk menipu warga. Mengatasnamakan agama, ia mengancam dan memanfaatkan orang-orang di sekitarnya demi kepentingan pribadi. Namun, kejahatan yang ia lakukan berakhir dengan peristiwa ganjil yang menyeramkan dan menjadi pelajaran bagi masyarakat.”
Di sebuah sudut kota Jambi, terdapat seorang pria bernama Faisal yang dikenal sebagai “Habib”. Ia mengaku memiliki garis keturunan langsung dari Rasulullah, sebuah klaim yang membuat warga sekitar memberikan penghormatan besar kepadanya. Faisal mengenakan jubah putih dengan sorban hijau, atribut yang membuatnya terlihat seperti ulama terpandang.
“Air cucian kakiku adalah berkah,” katanya suatu malam dalam sebuah pengajian kecil. “Barang siapa meminumnya, akan mendapatkan pahala besar di sisi Allah.” Beberapa orang terlihat ragu, tetapi ada pula yang mempercayainya. Nama Faisal mulai tersebar luas, dan banyak yang datang kepadanya untuk meminta berkah, doa, atau sekadar mendengar petuahnya.
Namun, Faisal memiliki sisi lain yang gelap. Ia sering kali mendatangi pemilik usaha di sekitar kota, meminta sejumlah uang dengan ancaman halus. “Kalau tidak menyumbang untukku, usahamu tidak akan berkah. Allah akan murka,” ujarnya sambil tersenyum. Pemilik usaha yang takut akan ancaman spiritual ini terpaksa memberikan uang kepadanya.
Di rumah kontrakan yang ia jadikan markas, Faisal mengumpulkan wanita-wanita muda yang ia akui sebagai murid spiritualnya. “Jika kamu menolak mendekatkan diri denganku,” bisiknya kepada salah satu wanita, “neraka akan menjadi tempatmu. Hanya melalui aku, kamu bisa mendapatkan rahmat Allah.”
Wanita itu, sebut saja Laila, merasa terguncang. Ia pulang ke rumah dengan perasaan tak menentu, dan malam itu ia mengalami mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat Faisal duduk di singgasana yang dikelilingi ular besar, sementara suara gemuruh dari langit memekakkan telinga.
Desas-desus tentang kelakuan Faisal mulai menyebar. Beberapa warga mulai curiga. “Dia selalu meminta sumbangan, tapi ke mana uang itu pergi?” tanya seorang pedagang kecil kepada rekannya. “Dan kenapa wanita-wanita yang datang ke rumahnya sering menangis?”
Ketegangan meningkat ketika seorang pemilik toko kelontong, Pak Husin, menolak memberikan uang kepada Faisal. “Kamu bukan habib, kamu hanya penipu!” serunya di hadapan orang banyak. Faisal tersenyum dingin dan berkata, “Usahamu akan hancur dalam tiga hari.”
Tiga hari kemudian, toko Pak Husin kebakaran. Meski penyebabnya tidak jelas, warga mulai takut akan ancaman Faisal. “Dia punya kekuatan dari Allah,” bisik seorang wanita tua.
Namun, tak semua orang takut. Laila, yang merasa muak dengan kelakuan Faisal, memutuskan untuk melaporkan kejanggalan ini kepada tokoh agama setempat, Ustaz Abdullah. “Dia bukan habib,” kata Ustaz Abdullah tegas setelah menyelidiki silsilah Faisal. “Dia hanya orang biasa yang memanfaatkan ketidaktahuan kalian.”
Ustaz Abdullah bersama beberapa warga memutuskan untuk menghadapi Faisal. Mereka mendatangi rumahnya malam itu, namun menemukan rumah itu kosong. Yang tersisa hanyalah aroma aneh seperti daging busuk yang menyengat. Di tengah rumah, mereka menemukan sebuah kain sorban hijau yang tergeletak. Di atasnya, ada tulisan dengan darah: “كافر” dalam bahasa Arab merupakan istilah yang merujuk kepada orang yang mengingkari kebenaran, menolak ajaran Islam, atau tidak percaya pada bimbingan Nabi Muhammad.
Kejadian itu membuat warga gempar. Faisal menghilang tanpa jejak, dan tak ada yang tahu ke mana dia pergi. Sebagian warga percaya bahwa ia dibawa oleh makhluk gaib sebagai balasan atas dosa-dosanya. Yang lain menganggapnya melarikan diri karena takut akan penegakan hukum.
Pesan Moral:
Agama adalah pedoman hidup yang suci dan murni. Memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi adalah dosa besar yang tak hanya merugikan orang lain, tetapi juga membawa kehancuran bagi pelakunya sendiri. Sebagai umat beriman, kita harus waspada terhadap mereka yang mengatasnamakan agama untuk hal-hal yang tidak benar. Jangan pernah takut untuk mencari kebenaran dan mempertanyakan hal yang meragukan.